Mommy's World

My world about breastfeeding and parenting

Nice to meet you!

Owner @AuraBatik | Mompreneur - Vlogger - Blogger - Loves Cooking & WomenPreneurCommunity | Coffee Addict | caroline.adenan@gmail.com
Oline

What Read Next

Mendisiplinkan Anak Sejak Bayi, Bisa Gak Ya?


Hari Senin, 20 Juni 2016 lalu saya berkesempatan untuk hadir ke acara Parenting Class bersama Tiga Generasi di Hotel Veranda Pakubuwono, Jakarta Selatan. Ada tiga materi kelas kecil yang dihadirkan waktu itu, tapi saya hanya bisa memilih salah satu kelasnya, yaitu Mendisiplinkan Anak Sejak Bayi? Bisa Gak Ya? 



Pembicaranya yaitu mba Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, seorang Psikolog yang sudah wara-wiri mengisi berbagai acara parenting class. Pastinya semua mommies udah pada tau ya. 



Untuk acara ini kebetulan saya telat 30 menit dari waktu yang ditentukan. Karena undangan yang saya dapatkan mendadak juga, plus hari itu saya harus menyelesaikan beberapa pending task yang menyebabkan saya terlambat berangkat ke lokasi acara. Tapi gak papalah, so far saya masih bisa mengikuti materinya. 

Ternyata DISIPLIN itu perlu diterapkan sejak anak kita masih bayi. Dan manfaatnya adalah :

1. Membuat anak merasa nyaman dan aman

2, Membiasakan bayi atau anak dengan aturan jadwal
Dengan anak kita mempunyai jadwal yang rutin sejak bayi, hal ini bisa membantu jadwalnya pada saat ia masuk sekolah.

3. Memberi kenyamanan pada anggota keluarga

4. Membantu orangtua mengenali anaknya

Nah, gimana caranya mendisiplinkan anak itu?

1. Distract the child

2. Ignore Misbehaviour
Jadi orangtua itu terkadang harus 'tega'. Misalnya, untuk sesuatu yang tidak diperbolehkan, tapi anak kita justru ingin melakukannya dan dia menangis terus-terusan, sebagai orangtua, kita bisa pasang tampang acuh tak acuh, dan tidak menghiraukan. Karena kalau kita menghiraukan bisa-bisa anak kita jadi besar kepala. 

3. Structure environment
Kita susun kondisinya supaya anak mau mendengar apa yang kita inginkan

4. Control the situasion, not the child
Jadi misalnya anak yang cranky, coba kita alihkan situasinya, jangan menyuruh anak kita untuk diam. 

5. Involve the child

6. Plan time for loving
Sediakan waktu untuk memberikan kasih sayang kepada anak kita

7. Let Go
Ini mungkin bagian yang paling sulit. Ketika anak kita sudah mencapai masanya, kita sebagai orangtua bisa membatasi diri untuk tidak lagi ikut campur urusannya.

8. Increase Your Consistency
Once kita sudah menerapkan peraturan tidak boleh ya tidak boleh. Boleh ya boleh. Jangan prrnah plin plan. Once kita plin plan, si anak nanti akan berpikir, "Ah.. sama mama atau papa masih bisa di nego kok."

9. Notice positive behaviour

10. Excuse the child with a time-out.

Berikan si ajak 'me time' sendiri. However, anak juga butuh yang namanya privacy. Karena dalam hidup itu kita butuh yang namanya Family Time (yaitu quality time dengan keluarga), couple time (yaitu quality time dengan pasangan saja, bisa kita dengan anak, atau kita berdua pasangan suami kita), atau me time (menikmati waktu sendirian). Jangan lupa, me time itu penting lho, karena orang yang gak pernah 'me time' itu katanya gak waras :) karena me time itu salah satu bentuk refreshing.

Selanjutnya, beranjak ke sesi berikutnya, yaitu kelas besar, materinya adalah Pola Asuh bersama Kakek dan Nenek. 


Nara sumber yang dihadirkan terdiri dari 3 generasi, G1 (opa-oma), G2 (kita sebagai orangtua) dan G3 (anak). Yaitu Anna dauhan, Msc, psikolog, Dra. Evita djaman dan Noella birowo.



Materi yang kelas besar ini bagi saya menarik, karena saya termasuk salah satu orangtua yang ikut pola asuh seperti ini. Yup, Narend mostly diasuh oleh kakek-neneknya.

source : Google
Dra. Evita
Dra. Evita menjelaskan bahwa bila dalam satu rumah ada 2 pola pemgasuhan anak yang berbeda, biasanya suka ada yang mengalami konflik. Bila terjadi perbedaan, kita harus pahami karakter mereka dan harus mencari sisi positufnya. Kita tangkap maknanya bagaimana. Karena bagaimanapun orangtua kita pernah hidup di jaman dulu, lahir lebih dulu daripada kita, memiliki pola pengasuhan yang sedikit otoriter, atau berpusat pada orangtua. Selalu berpikiran positif.

Ada nilai plus dan minusnya bila dengan pola asuh bersama kakek-nenek.

Positif :
1. Lebih aman, karena kakek dan nenek itu selalu sayang dengan cucunya. Jadi lebih aman menitipkan kepada kakek-neneknya ketimbang pembantu.
2. Kakek dan nenek lebih berpengalaman
3. Tingkat stress anak sangat minim
4. Kasih sayang anak bersifat utuh, merasa dicinta dan diterima
5. Mengenal warisan keluarga

Negatif :
1. Memiliki keterbasatan dalam hal fisik
2. Kakek dan nenek akan selalu merasa jadi orantua kita, jadi terkadang mendominasi
3. Muncul konflik dalam pola pengasuhan anak. Beda jaman, beda cara.
4. Cenderung memanjakan anak tanpa batas
5. Dualisme kepemimpinan, anak terkadang bingung harus mengikuti orangtua, kakek atau nenek ya?

Tips dari Dra. Evita tentang bagaimana bersikap kepada ibu mertua yaitu pertama, jangan cepat tersinggung. Nah, ini yang sering banget terjadi. Mertua bilang apa, terkadang kita suka sakit hati kan :) Kedua, bersikaplah assertive (kita harus bisa menetapkan batasan kita sendiri). Caranya, yaitu dengan tipe karakter pendidikan sandwich, yaitu puji dulu orangtua atau mertua kita, baru kita berikan masukkan yang sesuai dengan arahan kita.

Kesimpulannya adalah mengasuh anak bersama akan sangat positif bila orangtua keep solid dan enjoy bekerjasama dengan kakek dan nenek. Jadi intinya kudu akur ya :)

Yuk coba kita terapkan, moms! :)






Comments

  1. Hihihi...iya ya kalau sama mertua kok rasanya sensitif bgt. Thanks Mbak utk infonya. Karena kebetulan Kak Ghifa juga saya titipkan ke nenek kalau saya pas kerja.

    ReplyDelete

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *